Dalam tatanan pemerintahan yang ideal, lembaga instansi negara berfungsi sebagai pilar penopang pelayanan publik yang mengabdi sepenuhnya pada kepentingan rakyat. Namun, kenyataan tak selalu sejalan dengan harapan. Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, muncul praktik yang meresahkan di mana lembaga-lembaga ini terkadang dimanfaatkan untuk memenuhi agenda politik golongan tertentu. Fenomena ini mengancam esensi dari eksistensi lembaga tersebut, menggerogoti kepercayaan publik, dan berdampak negatif pada pembangunan sosial dan ekonomi secara keseluruhan.
Ketika pimpinan lembaga mengarahkan sumber daya dan perangkatnya untuk menyokong kepentingan partai atau kelompok tertentu, terlebih dengan menggunakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka terjadilah penyalahgunaan wewenang yang berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi negara dan masyarakat. Dalam konteks ini, penting kiranya untuk membangun pemahaman yang mendalam serta menyusun langkah-langkah strategis guna mengatasi dan mencegah terjadinya praktik-praktik yang merugikan ini. Tulisan ini akan mengupas tentang bahaya dari penyimpangan tersebut dan mengusulkan solusi yang diperlukan untuk mengembalikan lembaga instansi pada khittahnya sebagai abdi negara yang sejati.
Dampak Penyalahgunaan Lembaga
Seperti kita pahami bersama bahwa pemanfaatan lembaga instansi untuk kepentingan golongan atau partai tertentu adalah praktik yang merugikan, tidak hanya bagi institusi itu sendiri, tetapi juga bagi masyarakat dan negara secara keseluruhan. Ketika pimpinan instansi mengarahkan perangkatnya untuk memenuhi kepentingan golongan tertentu, terutama dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka hal ini menimbulkan berbagai dampak negatif.
Pertama, penggunaan lembaga instansi untuk kepentingan golongan merusak integritas dan kredibilitas lembaga tersebut. Fungsi utama lembaga semestinya adalah melayani masyarakat, menegakkan hukum, dan menjalankan program-program yang bermanfaat umum. Ketika lembaga mulai mengabdi pada kepentingan partai atau golongan tertentu, kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut akan menurun. Ini bisa berujung pada disfungsi dan menurunnya efektivitas pelayanan publik.
Kedua, praktik ini berpotensi mengakibatkan kerugian negara. Dana yang berasal dari APBN merupakan amanah rakyat untuk digunakan demi kepentingan bangsa secara umum. Apabila dana tersebut dialokasikan untuk agenda-agenda yang tidak memiliki nilai tambah bagi masyarakat luas, maka hal itu sama dengan menyia-nyiakan sumber daya negara. Selain itu, arah kebijakan yang lebih condong pada kepentingan golongan dapat menghambat pembangunan yang merata karena hanya berpihak pada sebagian kecil masyarakat saja.
Ketiga, dampak sosial dan politik juga harus diperhitungkan. Lembaga yang dijalankan dengan bias politik akan memicu kecurigaan antar berbagai kelompok politik lainnya. Ketidakpuasan ini berpotensi menimbulkan konflik sosial, membuat masyarakat menjadi terkotak-kotak berdasarkan afiliasi politik yang justru bisa memecah-belah persatuan nasional.
Langkah-langkah Mengatasi Penyalahgunaan Lembaga
Untuk mengatasi masalah ini, berbagai langkah dapat diambil, agar penyelewengan kegiatan dapat diantisipasi sedini mungkin, yaitu:
Pertama, Penegakan Hukum yang Tegas: Akan sangat penting memiliki undang-undang yang ketat mengenai batas-batas penggunaan dana publik dan untuk apa dana tersebut bisa digunakan. Tindakan penyalahgunaan harus dihadapkan pada konsekuensi hukum yang jelas dan tegas.
Kedua, Pengawasan yang Ketat: Pengawasan dari lembaga-lembaga independen seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diperkuat untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan dana negara.
Ketiga, Transparansi dan Akuntabilitas: Setiap lembaga instansi harus mempublikasikan laporan keuangan mereka secara transparan. Publikasi laporan ini harus bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran.
Keempat, Pemilihan Pimpinan yang Bebas dari Pengaruh Politik: Proses seleksi pimpinan lembaga instansi harus dilakukan dengan ketat dan berdasarkan meritokrasi, bukan afiliasi politik. Ini untuk memastikan bahwa pimpinan instansi tersebut dapat bekerja secara profesional dan tidak terpengaruh oleh kepentingan golongan.
Kelima, Pelibatan Masyarakat: Memberikan ruang pada masyarakat untuk ikut serta dalam perencanaan dan evaluasi proyek serta anggaran publik. Keterlibatan masyarakat akan menjamin bahwa program-program yang dibuat benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat umum.
Keenam, Pelatihan dan Penyuluhan: Menyediakan pelatihan bagi pegawai instansi tentang pentingnya integritas dan penerapan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Penyuluhan tentang bahaya korupsi juga akan meningkatkan kesadaran individu terhadap dampak negatif jangka panjang dari fenomena tersebut.
Dengan implementasi langkah-langkah di atas, diharapkan praktik penyalahgunaan lembaga untuk kepentingan golongan dapat diminimalisir dan diakhiri, memastikan bahwa lembaga instansi kembali kepada fungsinya sebagai pelayan publik yang mengabdi pada kepentingan seluruh rakyat.
Penulis : Yakob KM Ismail, Pengamat Sosial dan Politik, dan Dosen Universitas Kalimantan (Uniska) Banjarmasin
