Perekonomian dunia sekarang mengalami goncangan krisis yang terjadi dibanyak negara berdampak kepada multidemensi aspek baik dari sisi ekonomi, politik dan sosial. Kesemuannya ini menyebabkan tingkat kerawanan tatakelola pemerintahan dimasing-masing negara akan menjadi lampu merah apabila tidak diantisipasi. Salah satunya adalah akan berdampak menjadi negara gagal.
Sebagai contoh diindonesia merasakan dampak tersebut yaitu dimana, baru-baru ini pemerintah lewat Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM yang selama ini mendapatkan susbsidi. Kenaikan harga BBM ini adalah kebijakan terakhir yang diambil oleh pemerintah Indonesia mengingat sangat membebani anggaran APBN.
Menteri keuangan sri mulyani angkat tangan dalam persoalan susbsidi ini karena apabila tetap dipertahankan dalam pemberian susbsidi BBM berisiko terhadap anggaran belanja negara yang hanya bisa bertahan sampai akhir tahun 2022 ini.
Oleh karena itu, dalam dimensi krisis ini maka setiap negara berusaha mencari jalan keluar untuk menyelematkan negaranya dari kehancuran pemerintahan. Salah satu jalan yang ditempuh adalah privitisasi. Namun, seperti halnya dengan kebijakan-kebijakan yang melakukan perubahan mendasar lainnya, privatisasi juga mengundang kontroversi. Bagi pihak-pihak yang mendukung gerakan privatisasi, pengurangan porsi sektor publik dan pembesaran porsi sektor prifat ini mempunyai beberapa alasan yang kuat.
Seperti yang dikemukakan oleh Savas, paling tidak terdapat empat alasan utama yang mendukung gerakan privatisasi. Pertama, alasan pragmatis, bahwa privatisasi diyakini akan meningkatkan efisiensi produksi barang dan jasa, sehingga masyarakat akan bisa memperoleh pelayanan dengan biaya yang lebih murah. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa privatisasi akan mengembangkan kompetisi yang mendorong semua pihak yang terlibat untuk mencapai efisiensi maksimal.
Kedua, alasan komersial, yaitu privatisasi dianggap memperbesar lingkup aktivitas kegiatan swasta sehingga akan memberikan peluang kepada kewiraswastaan untuk berkembang secara maksimal. Hal ini pada diyakini pada gilirannya akan memacu pembangunan ekonomi nasional.
Ketiga, alasan ideologis, yaitu privatisasi memungkinkan. terjadinya pengurangan penetrasi dan pengaturan negara kepada masyarakat. Pengurangan porsi negara ini dianggap sebagai satu prasyarat penting untuk mengembangkan demokrasi. Sebaliknya, penetrasi negara yang besar dalam kehidupan masyarakat sipil ditakutkan akan membahayakan demokrasi.
Alasan yang terakhir adalah alasan populis, yaitu privatisasi diyakini akan menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap dirinya sendiri. Selain itu, privatisasi juga memberikan kepada masyarakat kebebasan yang lebih besar untuk memilih barang dan jasa yang mereka butuhkan, tanpa tergantung pada apa yang disediakan atau diproduksi oleh pemerintah.
Di samping alasan-alasan di atas, dengan penekanan yang berbeda penulis lain mengajukan argumentasi bahwa privatisasi pada akhirnya akan membawa implikasi pada penurunan pajak yang harus dibayar oleh masyarakat, menurunkan subsidi pemerintah kepada pihak swasta dan masyarakat, serta pengurangan regulasi-regulasi pemerintah yang secara umum dianggap tidak menguntungkan masyarakat.
Pertanyaan sekarang, apakah dengan melakukan privitisasi tersebut sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila terutama dalam sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Apakah dengan adanya kebijakan privitisasi sudah bisa menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, atau jangan-jangan privitisasi hanya menguntungkan para kelompok ologarki yang ingin selalu mempertahankan kerajaan bisnisnya.
Memang, tentu saja selain dimensi positif dari gerakan privatisasi tersebut, juga terdapat beberapa dimensi-dimensi yang dianggap merugikan kepentingan umum. Sebagai contoh, privatisasi diperkirakan akan mempersulit pemerintah dalam melaksanakan program-program nasional yang mungkin tidak mengundang ketertarikan swasta yang terlibat di dalamnya. Apabila dulu PLN tidak berupa perusahaan negara, mungkin gerakan Listrik Masuk Desa yang secara ekonomis tidak menguntungkan PLN, akan sulit untuk bisa terealisir. Padahal, proyek semacam ini dirasakan sangat penting untuk membantu pembangunan desa. Dengan statusnya sebagai perusahaan negara, pemerintah bisa memerintahkan PLN untuk mensukseskan program Listrik Masuk Desa, walaupun secara ekonomis tidak menguntungkan bagi PLN. Nampaknya, untuk era sekarang ini, argumen-argumen yang mendukung nasionalisasi ini kalah gemanya dibandingkan dengan argumen yang mendukung privatisasi.
Fungsi Minimal Pemerintah
Walaupun terdapat kecenderungan kuat ke arah privatisasi, namun ada fungsi minimal yang harus terpenuhi oleh suatu struktur pemerintahan. Memang, modernisasi di bidang ekonomi telah menyebabkan terjadinya peluasan dalam fungsifungsi minimal yang harus dilaksanakan oleh pemerintah.
Namun keanekaragaman fungsi pemerintahan itu secara sederhana dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: pemeliharaan wewenang atau kekuasaan yang sah, pengelolaan ekonomi, serta pemenuhan kebutuhan barang dan jasa masyarakat (Mohtar Mas’oed, 1995).
Pemeliharaan wewenang berkaitan baik dengan kemampuan pemerintah untuk menjaga dan mempertahankan diri dari serangan luar, maupun dengan kemampuan untuk melestarikan keabsahan atau legitimasinya di hadapan masyarakat. Bahkan hal yang disebut terakhir itu jauh lebih penting daripada yang disebut pertama. Yang pasti, keabsahan pemerintah sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya mendasari kesepakatan mengenai landasan-landasan yang aturan main dalam proses politik dan kenegaraan yang berjalan.
Untuk mewujudkan kesepakatan dimaksud, pemerintah memerlukan peran dan fungsi ideologi sebagai sumber rasa saling keterikatan dan kesetiaan di kalangan anggota masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus mampu mewujudkan yurisdiksinya di seluruh wilayah nasional. Pewujudan yurisdiksi ini bisa dilakukan dengan jalan membangun jaringan komunikasi, maupun penciptaan struktur aparat pemerintah yang efisien.
Sementara itu berkaitan dengan kedua pengelompokan fungsi terakhir di atas, yakni pengelolaan ekonomi serta pemenuhan kebutuhan barang dan jasa rakyat, Anderson (1989) membuat gambaran tentang beberapa fungsi minimal yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, meliputi: (1) penyediaan infrastruktur ekonomi; (2) menyediakan beberapa jasa dan barang kolektif; (3) menjembatani konflik dalam masyarakat; (4) menjaga kompetisi; (5) melestarikan sumber daya alam; (6) menjamin akses minimal setiap individu pada barang dan jasa; dan (7) menjaga stabilitas ekonomi.
Di manapun diseluruh penjuru bumi ini, tidak ada satu masyarakat pun di mana negara sama sekali berada di luar arena percaturan ekonomi masyarakat. Bahkan di dalam masyarakat liberal, kehadiran negara tetap diperlukan. Kebutuhan akan struktur-struktur regulatif secara tak terhindarkan menjadi alasan terpenting bagi kehadiran negara betapapun minimnya. Keperdulian terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat telah mengundang campur tangan negara terutama dalam penentuan dan perencanaan arah pembangunan ekonomi, sebagaimana halnya dalam pengaturan sektor-sektor strategis.
Di samping itu, jaminan akan ketersediaan barang-barang kebutuhan pokok itu secara memadai, serta jaminan akan stabilitas harga yang terus-menerus berada dalam jangkauan daya beli rata-rata masyarakat, adalah kewajiban negara dan pemerintah. Operasi pasar yang dilakukan BULOG terhadap beberapa jenis barang kebutuhan pokok bisa dipahami sebagai upaya negara untuk menjamin stabilitas suplai dan harga barang tersebut. Contoh lain yang menuntut kehadiran pemerintah adalah pemeliharaan dan pelestarian lingkungan dan sumberdaya alam yang dilandasi dengan nilai-nilai Pancasila.
Dan tentu saja, fungsi pemerintahan yang paling penting adalah berkaitan dengan penjagaan stabilitas ekonomi. Sekalipun di beberapa negara pemerintah bukan aktor langsung dalam mekanisme suplai barang dan jasa, namun secara makro kendali terhadap dinamika ekonomi berada di tangan pemerintah. Pasang surut serta pergolakan yang terjadi di sektor swasta memang sangat menetukan warna suhu perekonomian nasional. Akan tetapi moderasi bagi dinamika itu adalah kewenangan sekaligus kewajiban mutlak pemerintah. Sebagai contoh, baru-baru ini otoritas moneter Indonesia menetapkan kebijakan uang ketat (tight money policy). Kebijakan ini biasanya diambil jika terjadi inflasi atau paling tidak munculnya gejala inflator yang bisa menurunkan nilai rupiah di hadapan devisa asing. Nilai rupiah yang turun antara lain tentu dipengaruhi oleh jumlah uang beredar di masyarakat: Untuk memperbaiki nilai rupiah itu, cara terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi jumlah beredarnya, yang antara lain diwujudkan dengan penyempitan katup kredit perbankan. Dengan demikian otoritas moneter akan menetapkan kenaikan suku bunga perbankan. Diharapkan, dengan bunga yang lebih tinggi, sektor swasta tidak akan terlalu berani mengambil kredit dalam jumlah sangat besar. Sekaligus pada saat yang bersamaan, kenaikan suku bunga perbankan akan semakin memperbesar minat masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank. Sehingga kemudian jumlah uang beredar akan turun, dan nilai rupiah diharapkan kembali stabil.
Tentu masih banyak lagi contoh yang bisa diberikan untuk menggambarkan keenam fungsi minimal pemerintah diatas. Namun demikian, pengambilan keputusan dalam pemerihan haruslah penting, mengingat pemerintahan yang dijalankan di Indonesia berbeda dengan negara-nagara lain yang ada didunia ini. Karena, Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya mengemban amanat keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.
Oleh karena itu privitisasi perlu dilakukan, namun privitisasi yang berlandaskan Pancasila adalah sangat mutlak yaitu privitisasi yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
